Sejumlah relaksasi yang diberikan pemerintah melalui Undang-Undang No.6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja memicu warga negara asing (WNA) untuk membidik properti di Indonesia. Menurut data terbaru Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) kepemilikan properti pada 2017-2023 mencapai 131 properti.
Fyi, kepemilikan properti oleh WNA pada periode 2019 – 2020 hanya mencapai 52 properti. Tetapi, begitu UU Cipta Kerja disahkan atau pada periode 2020-2023 terdapat peningkatan sebanyak 79 bidang atau sebesar 52%.
Suyus Windayana selaku Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah (Dirjen PHPT) Kementerian ATR/BPN menyebutkan, regulasi terkait hunian asing sebelumnya diatur dalam PP No.103 Tahun 2015 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian Oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Inonesia.
“Aturan sebelum UU Cipta kerja itu harus memiliki KITAS/KITAP [Kartu Izin Tinggal Tetap/Terbatas]. Adanya kemudahan dalam hal kepemilikan hunian untuk orang asing, sehingga orang asing cukup melampirkan dokumen keimigrasian berupa visa, paspor, atau izin tinggal,” ungkap Suyus di Jakarta, Selasa (16/5/2023).
Suyus menjelaskan bahwa inovasi kebijakan tersebut membantu program Indonesia sebagai negara Second Home Visa bagi orang asing dan keluarganya.
Regulasi sebelumnya pun mengatur kepemilikan hunian oleh WNA di Indonesia tetapi hanya sebatas pada properti berstatus tanah Hak Pakai, sedangkan begitu UU Cipta Kerja disahkan, diberikan hak kepemilikan satuan rumah susun bagi rusun yang berdiri di atas Hak Guna Bangunan (HGB).
“Ketentuan terkait harga sebelum UU Cipta Kerja, harga lebih tinggi, sedangkan dengan adanya penyesuaian pada daftar harga minimal pembelian tunggal atau satuan rusun oleh orang asing dengan daya beli saat ini, sebagian besar menjadi lebih rendah,” ungkapnya.
Terkait dengan batasan harga rumah tapak, pada mulanya adalah sebesar Rp 10 miliar untuk DKI Jakarta kini menjadi Rp 5 miliar. Sedangkan untuk di Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur dan Bali tidak mengalami perubahan yaitu tetap dengan batasan Rp 5 miliar.
Perubahan lainnya yaitu adanya kebijakan khusus yang mempermudah kepemilikan properti bagi diaspora. Kemudahan yang ditawarkan yaitu dalam hal persyaratan.
“Kemudahan yang diberikan antara lain batasan harga propertinya sebesar 75 persen dari batasan harga minimal rumah tunggal/sarusun,” ungkapnya.
Sebagai informasi, aturan pelaksana hunian bagi WNA dikeluarkan melalui Peraturan Pemerintah No.18/2021 dan Permen ATR/BPN No.18/2021 yang kemudian diganti dengan Kepmen ATR/KBPN No.1241/SK/HK.02/IX/2022 tentang perolehan dan harga rumah tempat tinggal/hunian untuk orang asing.
“Rumah tempat tinggal atau hunian yang diperoleh orang asing sebelum keputusan ini mulai berlaku, memedomani ketentuan sebelum berlakunya keputusan ini,” katanya.
Disadur dari bisnis.com
0 Comments