Tahun 2045 nanti, masyarakat yang menetap di perkotaan bakal naik jadi 72,8 persen. Atau bisa dibilang, 90 persen penduduk Indonesia bakal hidup di Pulau Jawa. Ini artinya, kota-kota besar dan daerah peri urban bakalan membentuk mega urban pada tahun 2045 nanti.
Nah, ngeliat situasi kayak gini, pihak Direktorat Jenderal (Ditjen) Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berinisiatif buat terus bangun rumah-rumah tingkat di tengah kota. Jadi, diharapkan bukan cuma nambah aja, tapi juga wadah tinggalnya lebih efisien dan gak terlalu bikin sempit ruang kosong di kota.
“Dalam jangka panjang, pembangunan hunian vertikal dikawasan perkotaan mau tidak mau harus dilakukan guna menyediakan hunian bagi masyarakat,” ungkap Iwan Suprijanto, Direktur Jenderal (Dirjen) Perumahan Kementerian PUPR dalam rilis, Rabu (30/8/2023).
Nah, buat merancang proyek bangun gedung tinggi di kota-kota padat penduduk, gak bisa sendiri-sendiri nih. Butuh kerjasama dari banyak pihak biar jadinya beres dan nggak bikin ribet.
Ini penting biar proyek bangun gedung bisa ada, terjangkau, terintegrasi, dan bisa dipakai buat masyarakat, khususnya yang berada di kelas menengah ke bawah.
Dalam proses bangun gedung juga harus bekerjasama sama Kementerian atau lembaga yang berperan sebagai pihak yang mengatur. Dari urusan izin lahan, program biaya buat bangun gedung, penyediaan tempat tinggal, infrastruktur, sampe tata ruang wilayah.
Makanya, pentingnya kolaborasi antara Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sama Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia, PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) atau SMF, dan juga Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Nah, dengan kerjasama ini, diharapkan pembangunan gedung bisa lancar, teratur, dan bisa bantu kebutuhan tempat tinggal masyarakat.
Disadur dari kompas.com