Bank Indonesia (BI) udah mutusin buat naikin BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6%, pada Kamis (19/10/2023) minggu kemarin.
Dilansir dari laman BI, kebijakan ini diambil buat memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah dari dampak meningkat tingginya ketidakpastian global serta sebagai langkah pre-emptive dan forward looking buat memitigasi dampaknya terhadap inflasi barang impor, sehingga dengan begitu inflasi bisa tetap terkendali.
Bambang Eka Jaya, seorang Pakar Properti yang juga Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia (REI) bilang, setiap kenaikan suku bunga acuan BI bakal memilik dampak terhadap KPR komersial atau non-subsidi.
“Tentu hal ini bukan hanya karena nilai rupiah yang melemah, tapi juga berkaitan dengan kondisi ekonomi dunia yang sedang tidak baik-baik saja,” katanya kepada Kompas.com, Jumat (20/10/2023).
Menurut blio, BI nampak sudah berupaya buat menahan suku bunga acuan 5,75% cukup lama mendekati bunga acuan the Fed yang berkisar 5,25%-5,50%.
“Jadi kenaikan ke 6% relatif wajar. Selama kenaikan bunga masih terkendali, pengaruh terhadap KPR diharapkan tidak terlalu besar,” ungkapnya.
Namun, hal yang harus dijaga biar perekonomian Indonesia tetap stabil, sehingga tak terjadi PHK masal yang pada akhirnya bisa memicu kenaikan non-performing loan (NPL) KPR.
“Ini yang tidak kita ingin terjadi konsumen KPR kami tidak sanggup meneruskan angsuran,” katanya.
Para developer harus mengakali kenaikan suku bunga acuan BI yang bakal berdampak ke bunga KPR dengan berbagai promosi-promosi yang menarik.
“Seperti bunga KPR yang di-self subsidi (bukan subsidi pemerintah), DP ringan, ataupun memasang buyback guaranty ke pihak perbankan agar memudahkan konsumen mendapat kredit,” pungkas Bambang.
Disadur dari kompas.com