Investasi Properti

Beberapa saham emiten properti memiliki potensi bullish dalam waktu dekat lho. Hal ini seiring dengan prospek pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang diprediksi bakal terjadi pada kuartal II/2024.

Arvin Lienardi, Investment Analyst Stockbit bilang kalau  pergerakan harga saham emiten properti berbanding terbalik dengan outlook suku bunga. Menurut blio, harga saham properti selalu naik ketika suku bunga sudah sampai puncak atau mulai dipangkas.

“Berdasarkan studi historikal, kami menemukan bahwa SMRA cenderung mengalami kenaikan harga saham tertinggi ketika suku bunga mulai dipangkas, diikuti oleh PWON, CTRA, dan BSDE,” katanya dalam riset yang dikutip pada Minggu (17/12/2023).

Arvin menambahkan kalau harga emiten properti mempunyai siklus pergerakan yang sensitif dan berbanding terbalik dengan tingkat suku bunga. Menurut backtesting yang dilakukan Stockbit pada data 2012-2023, emiten properti mempunyai dua kecenderungan.

Pertama, harga saham naik ketika tingkat suku bunga mencapai level tertingginya, dan ketika suku bunga mulai diturunkan. Kedua adalah harga saham turun ketika suku bunga telah mencapai level terendah, dan ketika suku bunga mulai dinaikkan.

Arvin juga bilang kalau pola yang sama juga tampak di tahun 2023. Ketika  suku bunga telah stabil di level 5,75% sejak Maret 2023, indeks sektor properti sempat mencatat penguatan sebesar 17,8% sampai titik tertingginya pada Juli 2023.

“Ke depannya, kami melihat bahwa harga saham emiten-emiten properti dapat mengalami reli jika suku bunga turun,” ujarnya.

Selain adanya pemangkasan suku bunga acuan, insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) pada periode November 2023 – Desember 2024 juga bakal mendorong kinerja marketing sales atau prapenjualan dari emiten properti.

Track all markets on TradingView

Arvin menyampaikan insentif serupa yang pernah diterapkan pada periode Maret 2021 – September 2022 sanggup mendorong rerata prapenjualan SMRA, PWON, CTRA, dan BSDE. Dia pun meramalkan kinerja prapenjualan properti bisa tumbuh di kisaran 5%-6% pada 2024.

“Secara valuasi, kami menilai bahwa sekarang adalah momen yang tepat untuk membeli saham emiten properti, mengingat mayoritas emiten properti saat ini diperdagangkan pada -1 Standar Deviasi di bawah rata-rata historis P/BV 5 tahun terakhir. PWON memiliki valuasi terendah secara historikal, diikuti oleh SMRA, BSDE dan CTRA,” ujarnya.

Di sisi lain, menurut Arvin risiko utama yang meliputi sektor properti adalah kembali meningkatnya inflasi dan yield suku bunga AS yang menekan rupiah. Kedua hal ini bakal bikin suku bunga BI harus dipertahankan lebih lama pada level yang tinggi.

Disadur dari msn.com

Leave A Reply