Pemerintah lagi getol banget jaga momentum sektor properti biar tetap kencang. Nah, kabar kalau insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) bakal diperpanjang sampai 2027 jelas jadi napas segar buat banyak orang. Awalnya, kebijakan ini emang ditujukan buat bantu masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) biar tetap bisa punya rumah, meski harga properti makin ke sini makin tinggi.

Tapi ternyata, ada juga satu kelompok lain yang mulai dilirik: masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT) — mereka yang gajinya di kisaran Rp8,5 juta sampai Rp15 juta per bulan. Istilahnya “tanggung” karena nasib mereka di tengah-tengah. Nggak miskin banget sampai bisa dapet subsidi, tapi juga belum cukup kuat buat beli rumah komersial full harga pasar.

Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Realestat Indonesia (BPO-REI), Paulus Totok Lusida, bilang kelompok ini sering banget kejebak di posisi serba salah.

“Selain untuk MBR, kami juga terus memperjuangkan berbagai kemudahan bagi masyarakat berpenghasilan tanggung (MBT) dengan harga rumah hingga Rp500 juta. Ini kami sudah usulkan sejak lama, jadi bunganya komersial tetapi bebas PPN. Semoga disetujui dan ditetapkan lewat peraturan presiden,” kata Totok, Senin (3/11/2025).

Menurut Totok, pembebasan PPN ini bisa jadi game changer buat banyak orang. Soalnya, pajak yang keliatannya “kecil” di awal ternyata efeknya bisa gede banget dalam jangka panjang. Coba aja dihitung dalam sepuluh tahun, nilai pajaknya bisa setara 100 persen dari harga rumah. Jadi, beli satu rumah rasanya kayak bayar dua, jelasnya.

Selama ini, pemerintah udah punya beberapa kebijakan pro-rakyat—dari program tiga juta rumah, tambahan kuota rumah subsidi 350 ribu unit di 2025, sampai pembebasan BPHTB dan retribusi PBG buat MBR. Tapi menurut Totok, itu belum cukup. Ia bilang, kelompok menengah kayak MBT juga butuh dukungan biar pasar perumahan bisa tumbuh lebih sehat.

“Jumlah kalangan menengah cukup besar. Kalau yang sederhana misalnya ya, itu 50 persen dari market, MBT ini 30 persen. Oke, tinggi juga ya, untuk persentasenya,” ungkapnya.

Totok juga ingetin kalau sektor properti itu punya efek domino ke banyak bidang. Lebih dari seratus industri bergantung ke sektor ini — dari semen, baja, sampai furnitur. Menurutnya, kontribusi properti ke PDB sekitar 14 persen. Kalau mau ekonomi tumbuh 8 persen, sekitar 2 persennya bisa datang dari properti.

Jadi, kalau insentif PPN diperluas ke kelompok “tanggung”, dampaknya bukan cuma soal rumah lebih terjangkau. Tapi juga soal roda ekonomi yang terus muter, lapangan kerja yang kebuka, dan harapan baru buat banyak orang yang masih mimpi punya rumah sendiri.

Detail pengelompokkan MBR menurut Permen Nomor 5 Tahun 2025:

  1. Zona 1 (Jawa kecuali Jabodetabek, Sumatra, NTT, NTB):
    • Belum nikah: Rp8,5 juta
    • Nikah: Rp10 juta
    • Peserta Tapera: Rp10 juta
  2. Zona 2 (Kalimantan, Sulawesi, Kep. Bangka Belitung, Kep. Riau, Maluku, Maluku Utara, Bali):
    • Belum nikah: Rp9 juta
    • Nikah: Rp11 juta
    • Peserta Tapera: Rp11 juta
  3. Zona 3 (Papua dan wilayah pemekarannya):
    • Belum nikah: Rp10,5 juta
    • Nikah: Rp12 juta
    • Peserta Tapera: Rp12 juta
  4. Zona 4 (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang):
    • Belum nikah: Rp12 juta
    • Nikah: Rp14 juta
    • Peserta Tapera: Rp14 juta

Disadur dari cnbcindonesia.com


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× #WAAjaDulu