Limbah kertas adalah salah satu limbah paling banyak di Indonesia. Limbah kertas mencapai 12% dari 34,5 ton sampah di Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup, 2020). Padahal, limbah ini bisa diubah jadi barang bermanfaat kayak tempat pensil, keranjang, atau dekorasi rumah buat ngurangin sampah di lingkungan.

Dengan teknologi yang makin maju, limbah kertas juga bisa diubah jadi beton ringan yang sering disebut papercrete. Papercrete adalah alternatif beton ringan yang ramah lingkungan dan hemat biaya. Makanya, teknologi buat bikin papercrete harus dikembangin buat ngurangin limbah kertas.

Papercrete terbuat dari bahan murah, yaitu 50% kertas daur ulang campur pasir dan semen Portland. Kertas yang dipakai bisa bervariasi, kayak kartu nama, kertas majalah glossy, brosur iklan, kertas surat, koran, dan sebagainya (www.papercrete.com, 2007).

Penggunaan kertas daur ulang ini punya banyak keunggulan. Proses pembuatan papercrete cukup mudah jadi bisa diproduksi sendiri. Bahkan, papercrete ini bisa dicetak sesuai bentuk yang diinginkan buat mempermudah penerapan estetika bangunan.

Selain itu, papercrete juga tahan terhadap perubahan cuaca sehingga lebih tahan lama dibandingkan bahan lain seperti kayu.

Papercrete dipake sebagai komponen non-struktural buat ngurangin beban konstruksi. Semakin banyak proporsi kertas, makin ringan papercrete-nya. Tapi, kalau kebanyakan kertas, kuat tekan betonnya jadi berkurang dan daya serap airnya makin besar.

Masalah ini bisa diatasi dengan teknologi, yaitu dengan nambahin gula pasir ke campuran papercrete. Penambahan gula pasir ini nambah kuat tekan dan ketahanan air papercrete.

Berdasarkan penelitian Arief Gunarto (2008), campuran dengan gula pasir punya kuat tekan lebih besar rata-rata 50,24% dibandingkan campuran tanpa gula pasir. Penelitian yang sama juga nunjukin kalau campuran dengan gula pasir punya daya serap air lebih kecil dibandingkan campuran tanpa gula pasir.

Papercrete cocok banget dipake di wilayah beriklim tropis kayak Indonesia. Material dari kertas ini bersifat insulator yang bisa menahan panas dari luar. Tapi, penempatan papercrete harus diperhatikan. Papercrete nggak boleh ditempatkan di luar ruangan atau dekat tanah karena daya serap airnya tinggi.

Walaupun penambahan gula pasir bisa ngurangin daya serap air, sayangnya masih tinggi di atas 50% (Arief Gunarto, 2008). Makanya, teknologi harus terus dikembangin buat ngatasi daya serap air papercrete biar bisa ditempatkan di luar ruangan dan dekat tanah.

Papercrete bisa jadi solusi buat masalah limbah kertas yang menumpuk di Indonesia. Terlebih lagi, papercrete cocok banget di wilayah beriklim tropis seperti Indonesia. Papercrete bisa digunakan sebagai komponen non-struktural buat ngurangin beban konstruksi.

Masalah yang ada bisa diatasi dengan teknologi seperti penambahan gula pasir. Papercrete bisa jadi bahan alternatif beton ringan yang ramah lingkungan dan hemat biaya. Semakin banyak yang pake papercrete sebagai beton ringan, makin banyak limbah kertas yang bisa dikurangi.

Disadur dari kumparan.com

Leave A Reply