Program tabungan perumahan rakyat (Tapera) banyak menuai pro dan kontra di kalangan masyarakat. Masalahnya, kondisi ekonomi belum benar-benar pulih dari dampak pandemi, tapi pemerintah malah bikin aturan soal iuran buat beli rumah yang kejelasannya masih dipertanyakan. Padahal, aturan ini udah ada sejak 2016.
Tapera ini diatur dalam UU Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat dan diperkuat lagi sama PP Nomor 21 Tahun 2024, yang ngubah PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Pesertanya itu kayak ASN (pegawai negeri) atau pegawai swasta yang gajinya di atas UMR.
Berdasarkan Pasal 68 PP Nomor 25 Tahun 2020, perusahaan wajib daftarin pekerjanya ke BP Tapera paling lambat 7 tahun setelah aturan ini berlaku, artinya paling lambat tahun 2027 pemotongan gaji buat Tapera harus udah jalan.
Nah, jadi Tapera bakal jalan nggak nih? Menurut Direktur Pelaksanaan Pembiayaan Perumahan di Kementerian PUPR, Haryo Bekti Martoyoedo, soal iuran ini belum pasti bakal diterapin di pemerintahan Presiden Jokowi atau Presiden Prabowo nanti.
“Saya juga enggak tahu kapan, ini kan tergantung Menteri Keuangan (Menkeu), apakah di pemerintahan sekarang, mungkin di pemerintahan berikutnya,” kata Haryo ketika ditemui usai Forum Tematik Bakohumas BP Tapera di Jakarta, Kamis (3/10/2024).
Nantinya, keputusan ini bakal jadi acuan Menaker buat bikin aturan pekerja non-ASN. Masih banyak yang harus diatur sama Kemenaker soal iuran Tapera buat pekerja swasta di pabrik atau perusahaan.
“Kita tunggu. Peraturan Menteri Keuangan (PMK) menjadi acuan lah, nanti terbitnya peraturan-peraturan Menaker untuk mengatur berbagai segmen yang ada di non-APBN dan APBD,” ujarnya.
Di sisi lain, Komisioner BP Tapera, Heru Pudyo Nugroho, bilang, iuran tiga persen ini wajib buat yang gajinya di atas UMR. Buat yang masih di bawah UMR gak wajib, tapi kalau mau ikut juga boleh.
“Terkait iuran tiga persen itu, ini undang-undanganya menyatakan wajib bagi masyarakat berpenghasilan di atas upah minimum,” kata Heru.
BP Tapera ngusulin iuran tiga persen dari gaji pokok dan tunjangan melekat ASN.
“Hal yang paling memungkinkan, walaupun ini sedikit moderat ya, tiga persen itu ditentukan berdasarkan gaji pokok dan tunjangan melekat,” ucap Heru.
Meski begitu, soal ini masih jadi perdebatan. Kalau diambil dari take-home pay (gaji bersih), likuiditas pembiayaan Tapera bakal terbentuk lebih cepat. Tapi BP Tapera juga mempertimbangkan aspek keadilan buat peserta, jadi nggak bisa sembarangan ambil keputusan.
“Itu mungkin rata-rata per satu ASN menabung Rp 150.000, rata-rata loh ya. Tentunya, dia punya jabatan lebih gede dan tentunya nanti apabila kita kembalikan hasilnya akan lebih gede,” pungkas Heru.
Disadur dari kompas.com
0 Comments