Kata Bu Menteri, Akan Semakin Banyak Pasangan Muda yang Kesulitan Membeli Rumah

Peningkatan inflasi akan berpengaruh terhadap sektor perumahan di Indonesia. Pasalnya, inflasi tinggi akan berimplikasi pada pertumbuhan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR) yang akan mengakibatkan harga rumah makin tinggi.

Hal tersebut disampaikan oleh Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam webinar bertajuk Securitization Summit 2022, pada Rabu (06/07/2022).

“Kalau kita membeli rumah 15 tahun nyicilnya dan yang di awal itu biasanya yang berat suku bunganya dulu, principal-nya itu dibuntut belakang. Biasanya karena price rumah tersebut dan interest rate yang sekarang harus kita waspadai cenderung naik dengan inflasi tinggi,” jelas Sri Mulyani.

“Maka masyarakat akan makin sulit untuk bisa membeli atau can’t afford to buy a house. Ini akan menjadi salah satu hal implikasi dari situasi dunia ada pengaruhnya ke sektor perumahan,” paparnya.

Tentunya kondisi ini akan memperparah jumlah backlog kepemilikan rumah di Indonesia. Menurut data tahun 2021 kemarin saja, backlog sudah sampai di angka 12,75 juta.

Menurut blio, situasi ini memperlihatkan banyak masyarakat yang membutuhkan rumah. Ditambah lagi dengan demografi yang didominasi oleh usia relatif muda. Tentu generasi muda ini akan membutuhkan tempat tinggal jika kelak berumah tangga.

Masalahnya, harga rumah makin mahal sehingga makin sulit diakses. Terutama bagi meraka yang penghasilannya pas-pasan atau tidak tetap.

“Mereka butuh tapi cannot afford, purchasing power mereka dibandingkan harga rumahnya lebih tinggi, sehingga mereka akhirnya either tinggal di rumah mertua atau nyewa,” ungkap Sri Mulyani.

“Kalau mertuanya punya rumah, kalau mertuanya enggak punya rumah juga itu jadi masalah lebih lagi. Jadi menggulung per generasi,” tambahnya.

Pemerintah sebenarnya juga tidak tinggal diam, ada sejumlah program KPR subsidi yang menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Hanya saja postur APBN juga terbatas dan tidak bisa mengkaver seluruh backlog pemilikan rumah yang sebanyak 12,75 juta.

“Ada keinginan untuk mengejar kebutuhan yang begitu besar, 12 juta backlog sementara kemampuan kita untuk menggunakan APBN saja tidak akan bisa mengejar secara cepat,” tukas Menkeu.

Disadur dari kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *