Pemerintah sedang menggodog aturan untuk menyesuaikan harga rumah subsidi. Cuma, regulasinya masih dipersiapkan dan belum rilis. Meski demikian, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan bahwa regulasi baru terkait penyesuaian harga rumah subsidi diperkirakan rilis dalam waktu dekat.
Herry Trisaputra Zuna, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian PUPR menjabarkan, belum lama ini stakeholder perumahan telah diundang untuk mendiskusikan aturan tentang rumah subsidi. Hanya saja regulasinya masih dalam proses pembahasan di Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan.
“Itu masih di Kementerian Keuangan, katanya pembahasannya sudah, tapi masih di sana. Dijanjiin sih Februari ini, cuma itu masih terus dikejar ya,” ungkap Herry ditemui di Jakarta Convention Center, Kamis (16/02/2023), dikutip dari Kontan.co.id.
Herry sendiri mengaku belum tahu besaran penyesuaikan harga rumah subsidi nantinya, yang jelas regulasi terbaru nantinya sudah mempertimbangkan berbagai macam aspek.
Saat ini harga rumah subsidi masih mengacu pada regulasi lama, yakni Keputusan Menteri (Kepmen) Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) No 995/KPTS/M/2021 tentang Batasan Penghasilan Tertentu, Suku Bunga/Marjin Pembiayaan Bersubsidi, Masa Subsidi, Jangka Waktu Kredit/Pembiayaan Pemilikan Runah, Batasan Luas Tanah, Batasan Luas Lantai, Batasan Harga Jual Rumah Umum Tapak dan Satuan Rumah Susun Umum, dan Besaran Subsidi Bantuan Uang Muka.
Rumah Tapak
- Jawa (kecuali Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi) dan Sumatera (kecuali Kepri, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai): Rp 150.500.000
- Kalimantan (kecuali Kab. Murung Raya dan Mahakam Ulu): Rp 164.500.000
- Sulawesi, Bangka Belitung, Kepulauan Mentawai dan Kepri (kecuali kepulauan Anambas): Rp 156.500.000
- Maluku, Maluku Utara, Bali, Nusa Tenggara, Jabodetabek, Kepulauan Anambas, Kabupaten Murung Raya, dan Kabupaten Mahakam Ulu: Rp 168.000.000
- Papua dan Papua Barat: Rp 219.000.000.
Satuan Rumah Susun (Maksimal Harga Per Unit)
- Provinsi Nangroe Aceh Darussalam: Rp 306.000.000
- Provinsi Sumatera Utara: Rp 280.800.000
- Provinsi Sumatera Barat: Rp 316.800.000
- Provinsi Riau: Rp 342.000.000
- Provinsi Kepulauan Riau: Rp 360.000.000
- Provinsi Jambi: Rp 316.800.000
- Provinsi Bengkulu: Rp 288.000.000
- Provinsi Sumatera Selatan: Rp 313.200.000
- Provinsi Bangka Belitung: Rp 320.400.000
- Provinsi Lampung: Rp 288.000.000
- Provinsi Banten (kecuali Kota/Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan): Rp 273.600.000
- Provinsi Jawa Tengah: Rp 259.200.000
- Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta: Rp 262.800.000
- Provinsi Jawa Timur: Rp 284.400.000
- Provinsi Bali: Rp 298.800.000
- Provinsi Nusa Tenggara Barat: Rp 266.400.000
- Provinsi Nusa Tenggara Timur: Rp 309.600.000
- Provinsi Kalimantan Barat: Rp 349.200.000
- Provinsi Kalimantan Tengah: Rp 338.400.000
- Provinsi Kalimantan Utara: Rp 352.800.000
- Provinsi Kalimantan Timur: Rp 356.400.000
- Provinsi Kalimantan Selatan: Rp 324.000.000
- Provinsi Sulawesi Utara: Rp 280.800.000
- Provinsi Gorontalo: Rp 298.800.000
- Provinsi Sulawesi Tengah: Rp 248.400.000
- Provinsi Sulawesi Tenggara: Rp 295.200.000
- Provinsi Sulawesi Barat: Rp 313.200.000
- Provinsi Sulawesi Selatan: Rp 262.800.000
- Provinsi Maluku: Rp 273.600.000 Provinsi
- Maluku Utara: Rp 345.600.000
- Provinsi Papua: Rp 565.200.000
- Provinsi Papua Barat: Rp 385.200.000
- Kota Jakarta Barat: Rp 320.400.000
- Kota Jakarta Selatan: Rp 331.200.000
- Kota Jakarta Timur: Rp 316.800.000
- Kota Jakarta Utara: Rp 345.600.000
- Kota Jakarta Pusat: Rp 334.800.000
- Kota/Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang Selatan: Rp 302.400.000
- Kota Depok: Rp 306.000.000.
Disadur dari kompas.com