Persatuan perusahaan Realestat Indonesia (REI) menyayangkan penggunaan pinjaman online (Pinjol) yang merajalela lantaran membuat warga Indonesia makin kesulitan punya rumah.
Arvin F. Iskandar, Ketua DPD REI DKI Jakarta menerangkan, tak sedikit masyarakat yang kini terjerat utang pinjol. Tak hanya itu, kini perpersyaratan pengajuan kredit pemilikan rumah (KPR) lebih ketat ketimbang yang sebelum-sebelumnya.
“Banyak pengajuan KPR masyarakat ditolak. Kalau dulu, pengajuan KPR banyak ditolak karena credit card, sekarang pengajuan KPR banyak ditolak karena calon debitur terlilit utang pinjol,” ungkap Arvin lewat keterangan resminya, Rabu (1/3/2023).
Ditambah lagi, inflasi dan kenaikan suku bunga menjadi tantangan bagi masyarakat dan pelaku industri properti. Sejak tahun lalu, tarif dasar listrik, BBM, dan kenaikan PPN naik secara bersamaan dalam jangka waktu yang cukup singkat.
Kondisi tersebut sudah memberikan efeknya pada dunia usaha dan konsumsi masyarakat, salah satunya terhadap status kerja konsumen yang mulanya adalah karyawan tetap kini menjadi kontrak.
Arvin menyebutkan, pengembang sangat berharap regulator dan perbankan memberikan solusi berupa kebijakan yang mendukung para pelaku industri properti. Dengan cara memberikan relaksasi, tanpa harus mengurangi upaya-upaya mitigasinya.
Sementara itu, David Iman Santosa selaku Wakil Ketua DPD REI DKI Jakarta Bidang Pembiayaan dan Perpajakan meminta pemegang otoritas terus melakukan koordinasi agar dapat menghasilkan terobosan berupa relaksasi pembiayaan yang tepat bagi pertumbuhan bisnis properti.
“Sektor properti terbukti sebagai growth drivers, pendorong pertumbuhan ekonomi. Peran BI, OJK dan perbankan harus betul-betul tepat dalam melakukan identifikasi persoalan lapangan yang terus berubah. Jangan (justru) sampai menghambat namun tetap dalam koridor memitigasi risiko yang ada,” katanya.
Woro Kusumaningrum, Peneliti Eksekutif (Deputi Direktur) Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK, menegaskan peranan OJK untuk tetap memberikan dukungan terhadap pengembangan sektor properti baik dari sisi supply maupun demand agar lebih maksimal dengan tetap memegang prinsip kehati-hatian.
Pasca pandemi Covid-19, lanjut Woro, perkembangan kredit properti baik dari sisi supply maupun demand terus memperlihatkan pemulihan. Dari sisi supply, kredit sektor Real Estat memperlihatkan peningkatan. Hingga Januari 2023 tumbuh sebesar 18,6% yoy.
Senada, pertumbuhan kredit properti (demand) cenderung stabil disepanjang periode pandemi dan masih tumbuh positif sebesar 7,38% yoy pada Jan 2023. Pada januari 2023, tercatat NPL sektor real estat sebesar 2,02% dan Kredit properti tercatat sebesar 2,29%.
“Pertumbuhan kredit pada sektor properti karena didukung dengan adanya pengendalian risiko kredit yang relatif terkendali. OJK tetap memberikan dukungan terhadap pengembangan sektor properti dari sisi supply maupun demand agar lebih optimal dengan tetap menerapkan prinsip kehati-hatian,” katanya.
Salah satunya melalui POJK No. 27/2022 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum Bank Umum. Dalam Beleid tersebut dijelaskan tak ada larangan bagi Bank untuk menyalurkan kredit atas pengadaan/pengolahan tanah kepada pengembang. Tentunya, dengan tetap memperhatikan manajemen risiko termasuk menghindari spekulasi.
Disadur dari bisnis.com