Sektor properti sudah jadi tulang punggung perekonomian China sejak dulu, tapi sekarang malah lagi krisis gede, nggak cuma berdampak di negaranya, tapi juga ngerembet keluar dunia.
Kabarnya dari The New York Times, Selasa (22/8/2023), pembangunan properti yang udah mendorong perekonomian China kaga jalan gara-gara beberapa alasan, salah satunya populasi yang berubah dan pembatasan keras pas pandemi Covid-19 yang bikin semuanya berantakan.
Nggak cuman itu, Pemerintah China bikin aturan baru, ngelarang perusahaan ngambil pinjaman sebelum utang lama dicicil. Ini bikin utang para pengembang properti makin bengkak.
Berdasarkan data dari Gavekal Research, perusahaan developer China ngutangnya sampe US$390 miliar atau sekitar Rp5.977 triliun. Perusahaan layanan finansial Standard & Poor’s nulis lebih dari 50 pengembang China udah tiga tahun belakangan nggak bisa bayar utang.
Perusahaan gede di bidang ini juga kena imbas. Country Garden, salah satu developer real estat paling gede di China, diperkirakan rugi sampe US$7,6 miliar atau sekitar Rp116 triliun buat paruh pertama tahun ini. Saham perusahaannya langsung anjlok gara-gara investor was-was kalau perusahaan ini gagal bayar utang dolar berjuta-juta.
Evergrande, juga developer raksasa di China, baru-baru ini ngajukan kebangkrutan gara-gara utangnya nyampah. Perusahaan ini nggak bisa bayar utang sampe US$300 miliar atau sekitar Rp4.596 triliun di 2021.
Ini jadi pertanda pertama kalau industri properti di Tiongkok lagi kesusahan. Regulasi baru yang dibikin pemerintah justru bikin banyak unit rumah baru gak laku di pasar. Akibatnya, harga rumah langsung jatuh.
Krisis Properti Nih, ekonom ramal pertumbuhan ekonomi China bakal nyusut di bawah target pemerintah, sekitar 5 persen. Sekarang pemerintah lagi coba ubah fokus ekonomi dari investasi dan ekspor jadi konsumsi domestik.
Kerusakan di dunia properti juga sampe ke perusahaan perwalian keuangan China yang biasanya banyak invest di proyek real estate.
Salah satunya Zhongrong International Trust, yang ngelola sekitar 85 persen aset, baru-baru ini gagal bayar ke investor dan banyak yang demo di kantornya di Beijing.
Sepuluh tahun terakhir, China jadi motor pertumbuhan ekonomi global lebih dari 40 persen, lebih gede dari Amerika Serikat dan zona euro yang masing-masing cuma 22 persen dan 9 persen, menurut BCA Research. Sekarang, goncangan ekonomi China ini bikin risiko buat negara lain dan dunia.
Disadur dari bisnis.com