BPS ngumumin ekonomi Indonesia di kuartal II-2025 naik 5,12%, bikin banyak ekonom kaget karena sebelumnya diprediksi nggak nyampe 5%. PDB kita tembus Rp 5.947 triliun, naik 4,04% dari kuartal sebelumnya.
Tauhid Ahmad dari INDEF ngakunya nggak nyangka, prediksinya cuma 4,7%-5,0%. Bhima Yudhistira dari CELIOS juga awalnya nyangka cuma 4,5%-4,7% yoy gara-gara daya beli lemah pasca-Lebaran. Efeknya ke manufaktur kelihatan, PMI Juli 2025 masih 49,2 alias di bawah level ekspansi.
Dari CORE Indonesia, Mohammad Faisal bilang konsumsi rumah tangga lagi lesu, stimulus pemerintah kurang nendang, belanja pemerintah malah minus, dan surplus perdagangan nyusut. LPEM FEB UI juga nyorotin daya beli yang makin tipis, kelas menengah mengecil, produktivitas mandek, manufaktur kena deindustrialisasi prematur, dan pertanian masih ribet sama masalah klasik kayak teknologi ketinggalan dan impor yang nyerbu.
Lembaga internasional juga nggak terlalu optimis. OECD nurunin proyeksi pertumbuhan 2025 jadi 4,7%, Bank Dunia prediksi tahun ini cuma 4,7% dan tahun depan 4,8%. Risiko globalnya? Geopolitik panas, perdagangan lesu, dan arus modal nggak stabil. Bahkan kalaupun ekonomi kita dianggap tangguh, Bank Dunia bilang PDB susah tembus 5% karena konsumsi pemerintah dan investasi lagi turun.
Dampaknya pada Sektor Properti
Buat sektor properti, angka 5,12% ini lumayan bikin napas lega. Biasanya kalau ekonomi di atas 5%, kepercayaan konsumen naik dan investasi properti ikut hidup. Sektor perumahan, komersial, sampai kawasan industri bisa dapet efek positif. Tapi hati-hati, soalnya pondasi pertumbuhan ini belum tentu kuat. Kalau cuma sementara, efeknya ke properti bisa kecil atau telat.
Pasar properti sensitif banget sama sentimen jangka panjang, suku bunga, dan pembiayaan. Lonjakan penjualan baru mungkin terjadi kalau kelas menengah daya belinya pulih, KPR makin gampang diakses, dan arah kebijakan fiskal-moneter jelas. Jadi, 5,12% ini memang momentum bagus, tapi belum cukup buat ngejamin properti bakal laris merata.
Pelaku properti masih harus waspada sambil manfaatin segmen yang tetap rame, kayak rumah subsidi, hunian milenial, atau properti sewa buat mobilitas tinggi.
Disadur dari detik.com
0 Comments