33 Persen Warga Tidak Memegang SHM Meski Tinggal di Rumahnya Sendiri

Mayoritas masyarakat Indonesia sudah banyak yang tinggal di rumah dengan status milik sendiri alias bukan nyewa, ngontrak, atau lainnya. Tetapi, nyatanya tak sedikit masyarakat yang belum memegang sertifikat hak milik (SHM) walaupun sudah menempati rumah miliknya sendiri.

Hal tersebut berdasarkan dokumen Badan Pusat Statistik (BPS) berjudul Indikator Perumahan dan Kesehatan Lingkungan 2022.

Publikasi tersebut berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2022 yang dilakukan di seluruh provinsi di Indonesia. Yakni 34 provinsi dengan ukuran sampel 345.000 rumah tangga yang tersebar di 514 kabupaten/kota di Indonesia.

Menurut data rumah tangga dengan status kepemilikan bangunan tempat tinggal, tercatat 80,16% masyarakat di perkotaan dan pedesaan menempati rumah milik sendiri.

Namun, dari persentase tersebut, tercatat baru terdapat 66,35% rumah tangga di perkotaan dan pedesaan yang memiliki SHM.

Detilnya, SHM atas nama anggota rumah tangga (ART) sebanyak 57,2%; SHM bukan atas nama ART dengan perjanjian pemanfaatan tertulis 4,00%; serta SHM bukan atas nama ART tanpa perjanjian pemanfaatan tertulis 5,12%.

Sedangkan sisanya, yakni sebanyak 33,64% masyarakat di perkotaan dan pedesaan tidak memiliki SHM. Detilnya, sertifikat selain SHM (SHGB, SHMSRS) sebanyak 2,7%; surat bukti lainnya (girik, letter C, dll) 19,07%; dan tidak punya surat/sertifikat 11,86%.

Sehingga, hal ini patut menjadi perhatian bagi masyarakat yang menempati rumah milik sendiri tetapi masih belum memiliki SHM. Mengingat SHM merupakan jenis sertifikat tanah yang memiliki kekuatan hukum paling tinggi ketimbang sertifikat lainnya seperti HGB, girik, dan lain sebagainya.

Sebagai contoh, untuk HGB, pemegang hak memang diperbolehkan untuk mendirikan bangunan dan menempatinya. Tetapi, kepemilikan atas tanah atau lahan tetaplah milik negara.

Di samping itu, SHGB juga memiliki batas waktunya, biasanya 20 – 30 tahun dan kemudian perlu dilakukan perpanjangan.   Soal girik, surat tersebut bukan seperti sertifikat tanah yang memiliki kekuatan hukum tetap dan telah terdaftar di BPN. Walaupun sebenarnya girik juga bisa dijadikan dasar untuk membuat sertifikat tanah.

Disadur dari kompas.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *