AI sekarang sudah mesin transformatif yang bisa mengguncang industri properti global. Di ULI Asia Pacific Summit 2025, para pemimpin industri bermusyawarah dan mereka sepakat kalau AI itu bukan sekadar tools tambahan, tapi “mesin turbo” atau katalais yang bikin cara bangun, kerja, sampai pakai ruang fisik jadi berubah total.
Rui Hua Chang dari ESR membuka pembahasan dengan topik kenaikan kebutuhan pusat data gara-gara AI. Tapi dia ngingetin, hati-hati juga sama ancaman oversupply. Dalam dunia properti, lonjakan permintaan sering bikin orang ngebangun besar-besaran, ujung-ujungnya malah kebanyakan stok dan cepet basi. Apalagi teknologi AI jalan ngebut — data center yang megah di 2025 bisa langsung dianggap jadul setahun kemudian. Artinya, developer harus mikirin bangunan yang fleksibel dan tahan zaman.
Raymond Kwok dari Nan Fung Group nyambungin topik soal perubahan di dunia kerja. Menurut dia, AI bukan lagi “alat bantu”, tapi udah jadi “temen kerja digital”. Berdasarkan prediksi Microsoft, dalam beberapa tahun ke depan tiap karyawan bakal punya agen digital sendiri-sendiri. Konsekuensinya, perusahaan harus ngedesain ulang cara kerja biar makin gesit dan produktif.
Charles Whiteley dari AECOM ngenalin strategi tiga tahap buat masukin AI ke bisnis: pertama, bikin sistem internal makin efisien (contohnya pakai sistem “Oscar” buat bikin proposal jadi 80 persen lebih cepat); kedua, upgrade layanan dengan AI generatif buat desain teknik (kerja sama AECOM dan Consigli bisa ngurangin jam kerja sampai 65 persen); ketiga, nyari sumber duit baru dari teknologi ini.
Di lapangan, contoh penerapan AI udah banyak banget. Nan Fung Group pakai ChatGPT buat valuasi properti dalam hitungan jam. Auki Labs punya platform AI yang bisa ngecek rak kosong di toko pakai kacamata pintar. Di Hong Kong, inspeksi gedung manual diganti drone berbasis AI yang lebih cepat dan aman. Walaupun begitu, semua panelis sepakat: AI tetep nggak bisa gantiin intuisi dan tanggung jawab manusia, terutama soal etika dan keselamatan.
Nhils Pihl dari Auki Labs nutup diskusi dengan peringatan seram tapi realistis: AI jauh lebih jago ngerjain tugas kantor daripada kerja fisik. Artinya, ukuran perusahaan bakal mengecil drastis. Kantor buat ratusan orang bakal jadi nggak laku. Dia bilang, developer mesti stop bangun gedung berdasarkan gaya kerja masa lalu, dan mulai bikin ruang yang lebih ramping, fleksibel, dan smart. Karena AI bukan cuma ngubah cara kita kerja, tapi juga ngedefinisi ulang arti sebuah “ruang”.
Disadur dari kompas.com
0 Comments