Museum Perumusan Naskah Proklamasi (Munasprok) yang ada di Jalan Imam Bonjol No. 1, Jakarta, ternyata nyimpen sejarah gede banget. Dulu, rumah ini adalah kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda, tempat para tokoh bangsa nyusun naskah proklamasi. Uniknya, bangunan yang berdiri sejak 1931 ini sampai sekarang belum pernah dipugar sama sekali, tapi masih kokoh berdiri.

Menurut Paskasius Fajar, edukator di Munasprok, alasan bangunan ini bisa awet hampir seabad karena material yang dipakai dari dulu emang pilihan terbaik. Maklum, kawasan Menteng waktu itu jadi area elite tempat tinggal pejabat Belanda dan bangsawan Eropa, jadi bangunannya pun nggak asal-asalan. Arsiteknya Johan Frederik Lodewijk Blankenberg, orang Belanda yang juga ngerancang rumah dinas Gubernur DKI Jakarta.

Meski gedungnya asli, sebagian besar isi dalamnya cuma replika yang dibuat berdasarkan cerita saksi mata, salah satunya sekretaris pribadi Maeda, Satzuki Mishima. Sebelum jadi museum, rumah ini sempat dipakai duta besar Inggris, makanya ada beberapa perubahan interior biar sesuai kebutuhan protokoler, misalnya bentuk langit-langit, posisi pintu, sampai penambahan kanopi.

Bangunan Munasprok sendiri bergaya art deco, gaya arsitektur yang lagi hits di Eropa era 1930-an. Materialnya banyak pake kayu jati, kaca, dan besi. Lantainya terbuat dari teraso—campuran marmer, granit, sama batu alam—yang bikin ruangan adem sekaligus estetik. Bangunannya dua lantai: lantai pertama dulu dipakai buat ruang tamu, ruang makan, dapur, dan kamar mandi, sementara lantai dua isinya kamar pribadi plus kamar mandi lengkap dengan bathtub dan pemanas air. Di belakang rumah ada bunker yang dulunya dipakai buat tempat berlindung kalau ada bahaya.

Halaman depan dan belakangnya cukup luas. Dulu rumah ini malah nggak punya pagar depan, khas banget rumah gaya Eropa zaman itu.

Walaupun nggak pernah dipugar total, Munasprok tetep dirawat rutin. Kalau ada kerusakan kayak atap bocor, kaca pecah, atau lantai retak, langsung diperbaiki. Tapi, karena udah masuk cagar budaya, material pengganti harus sama atau setidaknya mirip biar nuansa aslinya tetap terjaga. Soal biaya konservasi, katanya tergantung tingkat kerusakan dan bahan yang dipakai.

Bangunan bersejarah ini sekarang jadi saksi bisu perjuangan bangsa, masih berdiri kokoh meski hampir satu abad usianya.

Disadur dari detik.com


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× #WAAjaDulu