Direktorat Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyebutkan beberapa tantangan klasik yang menghalangi terwujudnya kemudahan kepemilikan hunian bagi masyarakat. 

Padahal, seiring dengan bertambahnya rumah tangga di Indonesia yang menyentuh angka 1,13 juta per tahun, maka kebutuhan rumah juga makin tinggi. Bahkan, menurut data BPS 2022 backlog rumah di Indonesia tembus 10,51 juta jiwa. 

Ratna Indriani, Kepala Seksi Pembiayaan Rumah Tapak, Subdirektorat Pola Pembiayaan Rumah Umum menyebutkan, PUPR mempunyai program sejuta rumah (PSR) yang menjadi acuan pemenuhan kebutuhan rumah dalam setahun. Tetapi, hal ini belum dibarengi dengan optimalisasi skema pembiayaan. 

“Di tahun 2023 ini, memang program yang berjalan baru atau hanya FLPP [Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan] dan pembiayaan Tapera, ada SBUM [Subsidi Bantuan Uang Muka] tapi itu hanya komplemen dari FLPP,” ucap Ratna dalam acara Membangun Masa Depan Properti yang Inklusif dan Bekelanjutan, Senin (5/6/2023). 

Sebagai informasi, program penyaluran FLPP tahun 2023 menargetkan sebanyak 220.000 unit dengan bujet Rp25,18 triliun dan pembiayaan Tapera menargetkan sebanyak 10.000 unit senilai Rp1,05 triliun. 

Seperti yang diketahui, FLPP menyasar masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) baik yang berpenghasilan tetap maupun tidak tetap, sedangkan Tapera menyasar peserta pekerja formal seperti ASN berupa kepemikan rumah tapak dan Sarusun dan perbaikan rumah swadaya. 

Di sisi lain, Ratna mengaku pihaknya pun sedang mengkaji skema pembiayaan untuk sektor informal lewat Tapera yang ditargetkan disalurkan sebanyak 50.000 unit rumah. 

Selain dari segi pembiayaan, pemerintah pun juga melihat adanya kesenjangan antara demand dan supply, kemudian belum maksimalnya pengembangan segmentasi program pembiayaan perumahan. 

“Karena porsi kepesertaan Tapera itu sedikit, masih ASN sehingga ada bagian dari populasi atau demand ini yang tidak terlayani, ini yang dicoba untuk dikembangkan ke depan,” terangnya. 

Ratna menilai, daya beli masyarakat saat ini masih terbilang rendah lantaran pasar perumahan saat ini tidak mencakup segmentasi MBR. 

Tantangan lainnya ialah tingkat pemerataan penduduk di suatu wilayah yang tidak stabil serta belum efektifnya dukungan regulasi terhadap inklusivitas pembiayaan rumah. 

Namun, Ratna memperlihatkan bahwa pihaknya kini sedang mengajukan beberapa pengembangan KPR Bersubsidi untuk memecahkan masalah backlog perumahan. 

Beberapa di antaranya ialah perluasan skema FLPP, KPR denga skema Staircasing Shared Ownership (SSO) dan KPR Mikro bertahap (Incremental Housing). 

Lebih lanjut, Ratna menerangkan, paling tidak terdapat 4 faktor utama yang menentukan keberhasilan pemerintah dalam menyelesaikan backlog perumahan, yakni aksesibilitas perbankan, keterjangkauan pembiayaan, ketersediaan dana murah jangka panjang, serta keberlanjutan & meningkatkan nilai tambah. 

Disadur dari bisnis.com


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published. Required fields are marked *

× #WAAjaDulu