Wah, gelombang kebangkrutan masih ngancam raksasa properti di China nih. Setelah Evergrande dan County Garden yang dinyatakan bangkrut, sekarang giliran Vanke yang merasakan bayang-bayang kebangkrutan.
Kabar terbaru nih, Rabu (13/23/2024), media pemerintah China nyebutin kalo 12 bank besar lagi ngomongin buat kasih pinjaman sindikasi ke Vanke sebesar 80 miliar yuan (Rp 174 triliun). Biar perusahaan ini bisa bayar hutang yang udah numpuk gila-gilaan.
Meskipun gitu, kantor berita pemerintah Cailianshe, nge-quote sumber yang deket sama Vanke, bilang kalo pinjaman belum pasti bakal dikasih. Nah, media pemerintah lainnya, Economic Observer, ngabarin kalo beberapa perusahaan asuransi udah kirim tim ke kantor pusat Vanke buat nego lagi soal utang biar bisa hindarin gagal bayar.
Nah, Vanke sendiri udah berdiri dari 40 tahun lalu. Pusat bisnisnya ada di Shenzhen.
Vanke didirikan sama Wang Shi, yang disebut sebagai “Godfather” di industri ini dan dianggep kayak Donald Trump sama majalah Time. Vanke juga pernah IPO gede-gedean tahun 1991 di Bursa Efek Shenzhen.
Ini raksasa properti yang jadi pengembang terbesar kedua di China berdasarkan penjualan tahun lalu. Tapi, sekarang kena batunya, soalnya permintaan apartemen turun dan harga rumah anjlok.
Senin kemarin, Moody’s ngasih peringkat Vanke turun jadi Ba1, yang sering disebut sebagai peringkat junk. Artinya, buat ngimbangin risiko gagal bayar yang lebih gede, perusahaan harus tawarin bunga obligasi yang lebih tinggi buat investor.
“Tindakan pemeringkatan mencerminkan ekspektasi Moody’s bahwa metrik kredit, fleksibilitas keuangan dan penyangga likuiditas Vanke akan melemah dalam 12 hingga 18 bulan ke depan karena penurunan penjualan kontrak dan meningkatnya ketidakpastian atas akses terhadap pendanaan di tengah penurunan pasar properti yang berkepanjangan di China,” ucap Kaven Tsang, wakil presiden senior di Moody’s, dalam siaran pers dikutip CNN International.
China sendiri masih ngejar keras buat ngefix krisis properti sejak tahun 2021. Semuanya dimulai dari Evergrande, yang jadi pengembang paling banyak berutang di dunia, tiba-tiba gagal bayar utangnya yang mencapai US$ 300 miliar atau Rp 4.400 triliun.
Nah, krisis ini kayaknya nggak berhenti di situ aja. Banyak banget pengembang gede lainnya yang juga buntung bayar utang ke kreditornya. Dampaknya? Makin parah dan merembet ke ekonomi yang lebih luas.
Meski udah dilempar berbagai stimulus oleh pemerintah China, tapi kayaknya masih sepi aja di sektor properti ini. Tahun 2023 lalu, penjualan properti turun 6,5% dari tahun 2022. Investasi properti juga merosot 9,6%, udah dua tahun berturut-turut nih turunnya.
Beberapa waktu lalu, Menteri Perumahan China, Ni Hong, ngomong sama wartawan di Kongres Rakyat Nasional kalo regulator bakal dukung pembiayaan yang “wajar” buat pengembang properti. Tapi, dia juga bilang kalo Beijing nggak akan kasih dana talangan ke pengembang yang lagi kesusahan parah.
“Bagi perusahaan real estat yang benar-benar bangkrut dan kehilangan kemampuan operasionalnya, (kita harus) membiarkan mereka bangkrut atau direstrukturisasi,” ujarnya.
Disadur dari cnbcindonesia.com
0 Comments