Menurut laporan dari Bloomberg Intelligence, ada sekitar 48 juta rumah di China yang udah kejual tapi pembangunannya belum kelar atau masih inden. Artinya, krisis properti di China ini kayaknya bakal lama selesainya.
Analis Kristy Hung dan Monica Si bilang, dari data pra-penjualan mulai 2015 sampai semester I 2024, angka itu bahkan lebih gede daripada stok rumah di Jerman pada 2021.
Ini jadi ancaman serius buat para developer, karena orang-orang bisa aja mulai ogah beli rumah yang masih inden dan lebih milih buat beli rumah bekas atau yang udah siap huni.
Sektor properti di China sendiri lagi kena banyak masalah. Meski pemerintah udah ngeluarin paket penyelamatan negara, termasuk program pinjaman sebesar 300 miliar yuan (sekitar Rp672 triliun), developer masih kesulitan likuiditas. Penjualan rumah baru juga makin turun di bulan Juli, sampai 19,7%.
Tapi yang menarik, di tahun 2024 ini, warga China yang beli properti mewah di Malaysia, terutama di Kuala Lumpur, malah meningkat drastis.
Menurut laporan The Straits Times, stabilnya politik dan ekonomi di Malaysia bikin properti mewah di sana jadi incaran borjuis China. Konsultan properti Juwai IQI bahkan bilang tiap tahun mereka nerima ribuan permintaan dari pembeli asing. Di kuartal I/2024, permintaan dari warga China naik 42% dibanding kuartal sebelumnya, kata CEO Juwai IQI, Kashif Ansari.
Lonjakan ini bikin jumlah pembeli properti mewah dari China di Malaysia makin meningkat. Biasanya mereka nyari rumah tapak atau apartemen mewah, terutama di Kuala Lumpur dan Johor, dengan harga sekitar RM2 juta (sekitar Rp7 miliar).
Kashif nggak mau buka-bukaan soal angka pastinya, karena itu rahasia. Selain itu, perubahan skema visa tinggal “Malaysia My Second Home” (MM2H) di Juni 2024 juga bikin warga asing harus beli properti di sana.
Sekarang, Malaysia jadi tujuan investasi properti terpopuler kedua di Asia Tenggara buat warga China, naik dari posisi ketiga di tahun 2022. Thailand masih jadi yang teratas.
Disadur dari: bloombergtechnoz.com & idxchannel.com
0 Comments